Senin, 13 Maret 2017

Cerpen untuk ibuku

Pagi buta sebelum berangkat bekerja Ibu salat subuh terlebih dahulu. Setiap hari Ibu bekerja dan bekerja. Pekerjaan Ibuku itu, memang menurut saya tidak terlalu berat, karena saya belum merasakan sendiri. Tapi, hari ini saya sedih, nangis, kesal dan menyesal setelah saya tahu begitu beratnya mencari uang seribu demi seribu.
Setiap hari Ibu berjualan tak sedikitpun ia merasa lelah ataupun cape. Mungkin sebenarnya ia cape, lelah tapi itu hanyalah nyanyian kesedihannya yang selalu ditutupinya demi kebahagiaan anak-anaknya. Sungguh sebuah pengorbanan yang tak ternilai harganya dibanding dengan apapun. Saya bicara seperti ini, karena saya sudah merasakannya sendiri. Betapa perih yang saya rasakan saat saya berjualan.
Rumah demi rumah saya datangi tak seorang pun ada yang mau beli. Saya berjualan keliling dari rumah ke rumah. Sampai saya berniat hendak pulang, tapi urungkan niatnya, kebetulan saya bertemu Kakak saya di jalan, katanya coba jualannya ke rumah sakit saja. Akhirnya saya ke sana, apa yang terjadi ternyata tidak ada yang mau beli juga. Sudah putus asa, sakit hati ini, nangis sepanjang jalan, sampai saya teringat Ibu. Begitu besar pengorbananmu Bu. Engkau pelitaku, cahaya hidupku surgaku ada di telapak kakimu Ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar